Minggu, 03 Desember 2017

Selasa, 12 April 2016

Sejarah Al-Banjari

Sejarah Al Banjari
Seni terbang Al-Banjari adalah sebuah kesenian khas
islami yang berasal dari Kalimantan. Iramanya yang
menghentak, rancak dan variatif membuat kesenian
ini masih banyak digandrungi oleh pemuda-pemudi
hingga sekarang. Seni jenis ini bisa disebut pula aset
atau ekskul terbaik di pondok-pondok pesantren
Salafiyah. Sampai detik ini seni hadrah yang berasal
dari kota Banjar ini bisa dibilang paling konsisten dan
paling banyak diminati oleh kalangan santri, bahkan
saat ini di beberapa kampus mulai ikut
menyemarakkan jenis musik ini.
Hadrah Al-Banjari masih merupakan jenis musik
rebana yang mempunyai keterkaitan sejarah pada
masa penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga,
Jawa. Karena perkembangannya yang menarik,
kesenian ini seringkali digelar dalam acara-acara
seperti maulid nabi, isra’ mi’raj atau hajatan
semacam sunatan dan pernikahan. Alat rebananya
sendiri berasal dari daerah Timur Tengah dan dipakai
untuk acara kesenian. Kemudian alat musik ini
semakin meluas perkembangannya hingga ke
Indonesia, mengalami penyesuaian dengan musik-
musik tradisional baik seni lagu yang dibawakan
maupun alat musik yang dimainkan. Demikian pula
musik gambus, kasidah dan hadroh adalah termasuk
jenis kesenian yang sering menggunakan rebana.
Keunikan musik rebana termasuk banjari adalah hanya
terdapat satu alat musik yaitu rebana yang dimainkan
dengan cara dipukul secara langsung oleh tangan
pemain tanpa menggunakan alat pemukul. Musik ini
dapat dimainkan oleh siapapun untuk mengiringi
nyanyian dzikir atau sholawat yang bertemakan
pesan-pesan agama dan juga pesan-pesan sosial
budaya. Umumnya menggunakan bahasa Arab, tapi
belakangan banyak yang mengadopsi bahasa lokal untuk
kresenian ini.
Jadi, sebagai generasi penerus kita harusnya
berbangga hati karena dapat menjaga apa yang telah
di ajarkan oleh nabi sebelumnya. Akhirnya, mari kita
bersama melestarikan kesenian islami ini. Toh nabi
juga tidak pernah melarang ‘seni’. Kita jadikan
rebana ini sebagai wahana untuk menggapai cinta-Nya
serta meraih syafaatnya sehingga kelak menjadi
ummat yang selamat.
Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur
Rahman al-Banjari (atau lebih dikenal dengan nama
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir di Lok
Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3
Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar
1122 – 6 Syawwal 1227 H)[1] adalah ulama fiqih
mazhab Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di
Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan
Selatan. Beliau hidup pada masa tahun 1122-1227
hijriyah. Beliau mendapat julukan anumerta Datu
Kelampaian.
Beliau adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang
banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama
Islam di Asia Tenggara
Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al
Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan
Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al
Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin
Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar
(datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As
Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad
Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al
Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali
Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali
Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula
Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam
Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam
Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al
Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al
Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam
Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali
Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra
binti Rasulullah SAW.